Oleh DHIPA GALUH PURBA & IDA RK
Tiada Tuhan selain Alloh SWT. Begitulah yang dikatakan oleh Nandang Karba Suhaya (60), seorang dalang wayang golek, yang pernah mendapat masa kejayaan pada tahun 60-an. Banyak yang mengatakan bahwa kesuksesannya didukung oleh pusaka keris kuning, warisan gurunya. Bahkan kabarnya keris kuning tersebut, dapat digunakan sebagai media pengobatan penyakit ‘lahir dan batin’. Sehingga banyak orang yang sengaja mendatangi tempat tinggalnya. Benarkah seperti itu keadaannya? Berikut petikan kisahnya untuk semua Mitra Galamedia.
*
Seperti yang pertama kali lontarkan oleh Nandang, bahwa pusaka keris kuning itu tidak dipigusti (dipertuhankan), melainkan dipupusti (dirawat dengan sebaik mungkin). Tak ada yang Maha Sakti, selain Alloh SWT. Dalam arti kata, Nandang tidak pernah menyembah keris kuning tersebut, walau memiliki kelebihan yang sulit untuk dijangkau oleh akal. Hingga pada kesimpulannya, Nandang beranggapan bahwa semua itu merupakan sebagian dari kebesaran dan kekuasaan Alloh SWT.
Kisah tentang keris kuning, bermula dari perjalanannya dalam dunia padalangan. Sejak berusia sepuluh tahun, Nandang sudah menyukai jenis pagelaran wayang golek. Bahkan cita-citanya pun tiada lain, hanya ingin menjadi seorang dalang. Tak heran jika pada saat itu, Nandang berusaha untuk mempelajari seluk beluk tentang wayang golek. Dan beruntung sekali, ayah Nandang yang bernama Suhaya Atmaja (Alm), merupakan seorang dalang yang cukup ternama pada masa itu. Tentu saja, ke manapun ayahnya manggung, maka nandang pun selalu turut serta. Padahal, ayahnya tidak memaksa Nandang untuk menjadi seorang dalang. Keinginan dan cita-citanya itu, murni datang dari hati sanubarinya yang paling dalam.
Kian hari, kemampuan Nandang dalam memainkan wayang golek, semakin tampak dengan jelas. Apalagi setelah mulai berguru dengan serius kepada Mama Uar (Alm), yang dapat mengantarkan Nandang menjadi seorang dalang sesungguhnya pada usia yang cukup muda. Entah mengapa, keris kuning yang menjadi pusaka Mama Uar, pada akhirnya diwariskan kepada Nandang. Tidak kepada ayahnya, atau kepada murid-muridnya yang lain. Tentu saja membuat semangat Nandang menggebu-gebu. Dengan berbekal ilmu padalangan yang dimilinya, serta petuah dari gurunya, Nandang pun mulai meniti karirnya dalam dunia padalangan.
Pembawaan keris kuning pusaka yang selalu dirawatnya dengan baik, membuat Nandang semakin mantap dan dikenal sebagai seorang dalang ternama. Bahkan ayahnya pun lambat laun bisa tersaingi. Pengalaman manggungnya bukan hanya di daerah Jawa Barat saja, melainkan pernah menjejaki berbagai wilayah Jakarta, Palembang, dan lain sebagainya. Undangan demi undangan untuk manggung, mengalir dengan derasnya. Sehingga acap kali Nandang merasa kewalahan untuk melayaninya. Dan bisa dipastikan, nama Nandang pun dapat mendampingi nama ‘Abah Sunarya (Alm)’, yang pada masa itu juga mendapatkan kejayaan dalam padalangan. Nandang pernah berhasil memboyong juara umum binokrajama padalangan dan dalang pilihan RRI Bandung.
ADA YANG INGIN MEMBELI KERIS KUNING
Kabar tentang pusaka keris kuning yang dimiliki Nandang, menjadikan banyak orang yang merasa penasaran. Bukan saja masyarakat biasa, bahkan beberapa orang pejabat pun pernah mendatangi tempat tinggal Nandang, untuk membuktikan keampuhan keris kuning tersebut. Ada yang ingin sukses dalam usahanya, naik jabatan, urusan perjodohan, dan lain-lain. Sampai pada suatu hari, ada seorang laki-laki yang (mengaku) sengaja datang dari Gunung Dieng. Maksudnya tiada lain, ingin membeli keris kuning dengan harga yang cukup menggiurkan. Tapi tentu saja Nandang tidak bersedia meluluskan keinginannya. Walau ditawar dengan harga yang lebih tinggi lagi, tidak membuat Nandang menjadi berubah pendiriannya. Menurut Nandang, akan sangat fatal akibatnya jika keris kuning sampai dijual. Sebab merupakan suatu warisan dan amanat yang sangat penting. Bukannya terlalu sombong, tapi memang harganya tidak bisa diukur oleh uang, begitu tambahnya.
Belum sempat Nandang memikirkan arti dari kedatangan orang yang ingin membeli keris kuning. Pada malam harinya, ketika sedang mengadakan pementasan di suatu daerah, Nandang dikejutkan oleh kejadian yang sangat ‘aheng’. Tiba-tiba saja keris yang terselip di pinggangnya itu bereaksi secara cepat. Keris kuning tersebut terlepas dari ikatnya, lalu menghilang dengan disertai kepulan asap putih. Membuat Nandang begitu kaget dan hampir tidak percaya pada kejadian yang menimpa dirinya. Bahkan para nayaga dan para penonton pun sempat menyaksikan kejadian tersebut. Membuat pagelaran wayang golek, harus terhenti beberapa saat lamanya. Lalu diteruskan lagi, setelah Nandang bisa menguasai kembali dirinya.
Sampai pagelaran wayang golek berakhir, Nandang belum bisa mengerti akan kejadian yang menimpanya. Baru setelah selang beberapa hari, Nandang mendapatkan jawabannya. Pada suatu malam yang hening, tiba-tiba Nandang mendengar suara tanpa wujud, yang terdengar begitu jelas oleh kedua telinganya. Sayang sekali, Nandang tidak menceritakan secara rinci, tentang apa yang didengar dari suara ‘aheng’ tersebut. Yang jelas, semuanya merupakan petuah-petuah untuk Nandang.
SETELAH KERIS KUNING PUSAKA MENGHILANG
Setelah pusaka keris kuning lenyap dari tangannya, Nandang tidak lantas menghentikan kegiatannya. Bahkan nandang semakin melebarkan sayap, untuk mementaskan kebolehannya. Tahun 1995, statsiun televisi Indosiar pernah menayangkan pagelaran wayang golek dengan dalang Nandang. Dan Nandang juga sering muncul pada acara wayang golek di TVRI Bandung. Sampai pada saat ini, Nandang masih mampu untuk manggung. Semangatnya masih bergelora, seperti halnya dalang-dalang muda pada masa sekarang. Menurut pengakuannya, Nandang masih sanggup untuk manggung dalam waktu satu minggu sekali. Bahkan Nandang juga telah mewariskan ilmu padalangan kepada dua orang muridnya yang kini mulai merintis karirnya. Salah satunya adalah seorang dalang perempuan, bernama ‘Etti K Suhaya’.
Tentang banyaknya orang yang ingin minta bantuan ‘pengobatan’ kepada Nandang. Ternyata sampai sekarang masih tetap seperti dulu. Walau Nandang tidak lagi memiliki pusaka keris kuning, tapi banyak yang mempercayai kemampuan Nandang dalam memecahkan berbagai kemelut dalam kehidupan. Tapi Nandang menolak jika disebut tabib. Sebab yang dilakukannya itu hanyalah pertolongan biasa. “Saya hanya sekedar berusaha dan berdo’a. Yang mengabulkannya tetap Alloh SWT.” Kata Nandang, seraya mengakhiri kisahnya.***
Dimuat di Rubrik “Kisah” HU. Galamedia (19 Maret 2002)
Bilih kuring mipit teu amit ngala teu bebeja, kalih bilih aya seratan nu teu kawidian pamugi neda widina. Hatur Nuhun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pangeran Jamban
Pentingna ngaji tepat waktu teh meureun sangkan henteu saliwang sok komo lamun nu diajina ilmu taohid. Salah saeutik oge apan anu tikosewad ...
-
Sisindiran téh asalna tina kecap sindir, anu ngandung harti omongan atawa caritaan anu dibalibirkeun, henteu togmol. Luyu jeung éta, dina s...
-
MOHON tidak berburuk sangka dulu, saya tidak berniat menulis seputar pornografi. Sengaja saya tulis dalam bahasa Indonésia, karena kata “mom...
-
Sikep idealis andika menyebabkan dia kesusahan menghindari hal yang bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Sumirah (umi) istrinya menj...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar