.
Bahkan pada waktu itu di Negara Banten pun masih kosong pula, hanya ada satu dua orang saja yang mempunyai kesaktian dan sedang bertapa, tidaklah seperti zaman sekarang banyak manusia dari berbagai golongan. Pada waktu pertama kali memasukan agama Islam di Pulau Jawa, yaitu di Pajajaran, diceritakan bahwa Raja Pajajaran tidak mau memeluk agama Islam, beliau bersama-sama dengan saudaranya yang bernama Pucuk Umum lalu menghilang dari Pajajaran.
.
Beliau merubah dirinya, bersalin rupa menjadi seekor burung beo, dan terus terbang tinggi mencari tempat yang sunyi. Siang malam terus terbang melayang dengan tiada hentinya mencari tempat yang sesuai dan aman.
.
Waktu sampai di Banten, yaitu yang disebut negara Cibaduy, mereka menemukan sebuah hutan yang sepi dengan batu-batunya yang berbagai macam ukuran dan dengan pasirnya yang indah dan hutan belantara ini luas sekali. Tidak ada penghuni, kecuali binatang-binatang buas, seperti macan. Badak, babi hutan dan banyak lainnya lagi, pula terdapat banyak ular yang besar mau pun yang kecil, hanya itulah yang terdapat penghuni
hutan itu.
.
Di daerah inilah raja bersama saudaranya yang bernama Pucuk Umum berhenti. Tak lama dari waktu itu, beliau menengok ke sebelah bawah, maka terlihatlah oleh mereka, ada sungai yang besar serta airnya yang bersih dan jernih sekali. Lalu mereka mandi di sana. Setelah selesai mandinya, maka raja ini bentuk badannya berubahlah kembali menjadi
seorang manusia lagi.
.
sungai ini lalu diberi nama Cibeo, dan masih berlaku sampai sekarang nama itu. Setelah beliau mandi, maka kembalilah beliau ke tempat tadi yang banyak batu serta pasirnya itu.
.
Tempat ini oleh Raja diberi nama Ci-Keusiak, dan raja bersama saudaranya terus bertempat tinggal di sana. Sejak saat itulah nama tempat ini disebut Ci-Keusik.
.
Menurut cerita, raja ini adalah keturunan dari swarga-loka dan merajai Pajajaran. Lama-kelamaan raja ini mempunyai keturunan yang banyak sekali dan mereka membuka hutan sebelah hilirnya, lalu diberi nama Cikertawana dan nama ini berlaku sampai sekarang.
.
Tempat ini diberi nama Cikertawana, karena di tempat inilah mula-mula terjadinya keramaian, yang mempunyai arti : kerta = ramai, wana = hutan. Pendapat ini adalah tidak benar kerta = kerta artinya di sini adalah istirahat dan menikmati kebahagiaan, sedangkan rame berarti ramai, gemuruh, hidup. Tydschr. V, Ind. T, L en Nk, jilid LIV. Aft 8 dan 9.
wana = hutan.
Mulai waktu itu terus-menerus sampai sekarang mereka membuka hutan dan menempatinya, tetapi pada suatu tempat hanya diberi izin untuk dihuni oleh 40 keluarga.
.
Sebagai pengisi waktu dan kebudayaan mereka, bila ada binatang-binatang buas seperti harimau, celeng, banteng atau ular maka mereka membinasakannya tidak dengan senapan, akan tetapi cukup dengan dikejar-kejar saja. Bila belum tertangkap mereka terus mengejarnya, dan jika tersusul maka terus saja berkelahi dengan menggunakan senjata
pedang atau alat pemukul.
Bahwasanya sampai sekarang di sana tak terdapat binatang buas, karena habis dibunuh oleh orang-orang Baduy. Seseorang dikeluarkan dari daerahnya apabila ia mencuri padi atau berani memegang susu atau pipi perempuan, maka ia dibuang dan tempat pembuangannya dinamakan desa desa Nangka-bengkung.
.
Bila ada orang yang mempunyai anak perempuan cantik, lalu ada laki-laki yang menginginkannya, maka si ayah tak dapat melarangnya, asal si calon menantu membawa pakaian untuk anaknya dan hasil bumi seperti padi, ubi, pisang dll, hasil dari bercocok tanamnya sendiri, sedangkan yang berupa uang hanyalah sebanyak duapuluh lima sen dan ini adalah untuk yang menikahkan yaitu puun.
.
Yang ditunjuk sebagai rajanya di sana adalah geurang puun, dan yang dijaga oleh mereka tidak lain hanyalah larangan-larangan yang dijunjung tinggi.
.
Cerita ini tidak memerlukan banyak penjelasan, karena pada pokoknya membahas hal-hal keanehan dari masyarakat Baduy yang sedikit banyaknya telah dikenal orang. Hak yang baru, adalah tempat pembuangan untuk orang-orang jahat yang dinamakan Nangka-bengkung, yang harus tinggal di desa tersebut selama 3 tahun. Setelah masa pembuangan selesai, maka ia boleh tinggal di bawah panamping.
.
Selanjutnya mengenai nama Pucuk Umum ternyata terdapadat dalam semua cerita-cerita Sunda (tahun peristiwanya tertulis pada Batutulis dekat Bogor)
.
Keistimewaan-keistimewaan mengenai dirinya juru bicara saya tidaklah mengetahuinya, tetapi sama Pucuk Umum terdapat pula terdapat pula pada masyarakat Baduy, maka sudah dapat ditentukan, bahwa ia adalah seorang tokoh dalam sejarah yang memegang peranan pula. Mengenai kurangnya cerita ini diungkapkan dalam kenangan-kenangan orang Baduy, akan dapat diungkapkan dalam cerita-cerita selanjutnya, bahwa ia sedikit banyaknya mempunyai nilai sejarah.
.
.
Dewa Kaladri
Syahdan diceritakan orang, sejak sanghiyang sampai kini kira-kira sudah ribuan tahun ke belakang , waktu itu ada seorang sanghiyang yang bernama Sanghiyang Sakti yang mempunya seorang anak laki-laki.
.
Ada pun rupa anak ini sangat jelek sekali, badannya hitam dan perutnya buncit. Oleh ayahnya anak ini diturukan ke bumi, disuruh bertama dan mengelilingi dunia.
.
Setelah itu maka anak buncit itu turunlah ke bumi. Waktu sampai pusat kota Ci-paitan, yaitu desa Ci-handam yang telah lama ditinggalkan, ia terus bertapa di Gunung kujang. Waktu sedang bertapa, ia diketemukan oleh Daleum Sangkan sedang telentang bertapa di atas sebuah batu yang besar. Oleh Daleum Sangkan ia dibawa pulang diambil sebagai anak, serta diurus dengan baik sekali dan disayangi sampai besar kira-kira teguh samping (berumur delapan atau sepuluh tahun, menurut perhitungan sekarang).
.
Yang menjadi kesukaan anak buncit ini adalah memasang bubu setiap hari. Lama-kelamaan istri Daleum Sangkan membencinya terhadap anak buncit ini karena parasnya yang jelek hitam, perutnya makin lama makin buncit dan matanya besar membelalak.
.
Hanya Nyi Sangkan tidak berani mengusirnya karena takut terhadap Daleum Sangkan. Pada suatu hari waktu itu Daleum Sangkan mengajak si anak buncit untuk memasang bubu di sungai, tetapi tidak diperkenankan memasangnya di tempat yang baik dan dalam, ia harus memasangnya di tempat yang jelek dan diangkat saja, agar tidak mendapat ikannya. Nyi Sangkan berkata : “Kalau tempat yang baik adalah untukku memasang bubu, jangan oleh kamu”. Lalu mereka masing-masing menempatkan bubunya. {>>}
.
Kalau si anak buncit memasangnya di tempat-tempat yang telah ditunjukan oleh Nyi Sangkan, yaitu di tempat-tempat yang jelak dengan arus airnya yang deras. Sedangkan Nyi Sangkan menempatkannya di tempat-tempat yang baik dengan airnya yang tenang.
.
Waktu keesokan harinya dilihat, bubunya Nyi Sangkan tidak berisi ikan sama sekali, walau pun di tempat yang baik. Sedangkan waktu bubunya si buncit diangkat, ternyata banyak ikannya, bahkan ada seekor ikan yang besar yang disebut ikan lubang, lalu ikannya dibawalah pulang.
.
Dengan demikian Nyi Sangkan bertambah benci terhadap anak buncit itu. Ikan yang besar tadi, tidaklah diberikan kepada Nyi Sangkan oleh anak itu, bahkan ia pelihara dan dismpan dalam tong yang terbuat dari batang pohon kawung. Nyi Sangkan menjadi sangat marah, lalu memaki-maki, tetapi si anak buncit ini tidaklah menghiraukannya.
.
Tak lama kemudian, Nyi Sangkan mengajak menanam talas di humanya. Tetapi seperti biasa saja, yaitu Nyi Sangkan menanam talasnya di tempat yang tanahnya bagus, sedangkan si buncit disuruh menanamnya ditempat yang jelek yang tanahnya merah bercampur pasir. Lalu mereka menanam talas. Nyi Sangkan berkata kepada anak buncit : “Wah, kamu menanam talas juga
tak akan ada umbinya, sebab tanahnya jelek, mana merah bercampur pasir lagi, walau pun nantinya ada juga berumbi, paling besar juga hanya sebesar kelentitku”. “Kalau tanamanku sudah pasti bagusnya dan banyak umbinya, sebab tanahnya bagus.” Anak buncit tidak menjawab apa-apa, hanya dalam hatinya ia berkata, barangkali saja nanti umbinya banyak. Setelah lama, talas itu sudah masnya berumbi, lalu mereka tengok dan
terus masing-masing mencabutnya. Waktu mereka masing-masing mencabut talasnya, ternyata tanaman Nyi Sangkan, talasnya tidak ada umbinya dan lagi keri jelek tumbuhnya. Waktu si anak buncit mencabut talasnya umbinya besar sekali, tetapi hanya sebuah, besarnya sebesar tempayan tempat beras. Anak buncit berbicara kepada Nyi Sangkan sambil memperlihatkan talasnya dengan diayun-ayunkan :
“Ini lihatlah Ua, tanaman talasku ada umbinya sampai sebesar burut Ua.”Setelah itu, dengan mendadak terbukti terkena oleh sapaan, alat kelamin Nyi Sangkan menjadi burut sebesar talas tadi, sama dengan tempayan beras. Nyi Sangkan menjadi kalang kabut, hatinya makin marah saja kepada si anak buncit itu, karena ia terkena sapaannya, yaitu
menjadi burut alat kelaminnya, sampai ia susah berjalan, hampir-hampir tak dapat pulang ke rumah. Ia terus menangis. Mulai saat itu Nyi Sangkan makin lama makin membenci anak buncit itu. Oleh karena ia merasa malu, maka ia bermaksud untuk membunuh si buncit, hanya ia merasa takut oleh suaminya Daleum Sangkan. Pada suatu waktu si buncit sedang bepergian, ikan lubang kesayangannya dicuri oleh Nyi Sangkan dari tong kawung. Terus dibawa ke rumah dan dibuat masakan, sedangkan kepala ikan tersebut
tidak dimasaknya, ia masukkan ke dalam mangkuk dan disimpan di rak piring dengan ditutup oleh periuk. Tidak lama kemudian si buncit datang sambil membawa makanan ikan, terus ia mencari ikannya untuk diberi makan. Waktu dilihat ternyata ikannya sudah tidak ada lagi, yaitu dicuri oleh Nyi Sangkan, si buncit terus menanyakan, dan katanya : “Ua, ikan saya dikemanakan, sebab tidak ada lagi dari tempatnya, sudah tentu
dicuri olehmu”
.
Waktu sedang berbicara demikian, maka ayam jantan berkokok demikian bunyinya :
.
Kiplip-kiplip (suara tiruan tepukan sayap, sebelum ayam berkokok) Kongkorongok (suara koko ayam) Kepala lubang disembuyikan, Ditutup oleh periuk, Ditempatkan di dalam mangkuk, Disimpan di rak piring, Cepat-cepat, segera harus dicari, Jangan percaya kepada Nyi Sangkan, Sebab, dia buruk hatinya, Ia bermaksud membunuhmu.
.
Setelah mendengar kokok ayam yang demikian bunyinya, maka si buncit terus saja mencarinya ke rak piring. Waktu ditengoknya, ternyata kepala lubang itu ada, ditutup oleh periuk. Setelah itu si buncit tidak bicara lagi. Ia terus melarikan diri karena marahnya dan benci kepada Nyi Sangkan. Ia langsung pergi ke Negara Pakuan barat dan bertempat tinggal di sana sebagai pertapa dipegunungannya.
.
Diceritakan Raja Pakuan Barat mempunyai seorang putri yang sangat cantik bernama Putri Tasik Larang raja kembang. Waktu itu sedang baleg kembang (dewasa hasrat untuk lain jenis mulai tumbuh. Kemudian perasaan takut dalam menghadapi lain jenis kelamin, tapi belum ada keberanian untuk bercintaan. Ini yang disebut “baleg tampele”, sedangkan “baleg sedeng”,
adalah tumbuhnya hasrat untuk bercinta dengan segala akibatnya.) umurnya kira-kira sudah limabelas tahun dan belum mempunyai suami. Menurut cerita, anak buncit itu terus mandi di lubuk Sipatahunan (suatu lubuk yang sepenuh tahun selalu banyak airnya.) Setelah selesai ia mandi, maka rupanya menjadi amat bersih dan tampan sekali, bercahaya bagaikan seorang raja, hanya buncitnya tidak menjadi hilang. Ia segera turun ke kota untuk meminang Putri Tasik Larang raja kembang. Pinangan si buncit diterima oleh raja, dan terus disuruh kawin. Putri pun menerima dengan senang hati bersuamikan si buncit ada pun namanya si buncit, kini diganti menjadi Prabu Anom Munding Kawangi. Maka pesta perkawinannya pun dilangsungkan dan oleh mertuanya dijadikan Prabu Anom Pakuan Barat.
.
Cerita tentang yang menjadi raja kita tinggalkan dulu. Kita beralih kembali ke Parakan Kujang. Sewaktu raja muda sedang bertapa di Gunung Kujang, ia mempunyai seorang sahabat karib sedemikan rupa sehingga sudah seperti saudara sendiri ; sama-sama baik hati, percaya-mempercayai untuk untuk saling melindungi , namanya adalah Ratu Bagus Banarudin.
.
Pada suatu waktu karena sudah kelamaan di Pakuan Barat Raja muda merasa rindu dan ingin bertemu dengan Ratu Bagus Banarudin di Parung Kujang. Maka ia mohonizin kepada mertuanya untuk pergi dengan istrinya ke Parung Kujang. Mertuanya mengizinkan, hanya berpesan : “Jangan terlalu lama di Parung Kujang”.
.
Setelah itu maka segeralah suami istri itu pergi ke Parung Kujang. Sesampainya di Parung Kujang, langsung saja menemui Ratu Bagus Banarudin, mereka diterima dengan baik seperti pada saudara sendiri saja dan oleh karena sudah tidak merasa canggung lagi, makan – minum dan tidur pun di rumah Ratu Bagus Banarudin.
.
Akan tetapi dalam hatinya Ratu Bagus Banarudin mempunyai hasrat jelek, yaitu ia sebetulnya menginginkan prameswarinya Ratu Anom Pakuan Barat, hanya tidak diperlihatkan. Lama-kelamaan Ratu Anom Pakuan Barat minta diri kepada Ratu Bagus Banarudin, dan mengemukakan maksudnya akan menjalankan bertapa lagi di Gunung Caladi. Sedangkan istrinya ia titipkan kepada Ratu Bagus Banarudin, dan berkata : “Nanti sepulang bertapa, kakakmu akan dijemput lagi, sekarang titiplah dulu, sebab tidak akan terlalu lama. Setelah oleh Ratu Bagus Banarudin diterima, maka raja muda pergi menuju tempat pertapaan.
.
Sesampainya di Gunung Caladi, maka ia mengganti namanya menjadi Dewa Kaladri, sebab tempat bertapanya adalah Gunung Caladi. Selama ia sedang bertapa, Ratu Bagus Banarudin bermain cinta denga permasuri raja anom, dan diterimanya, maka terus saja dijadikan permaisurinya.
.
Waktu tapanya telah mencapai 7 bulan, Dewa Kaladri meninggalkan tempat pertapaannya dan terus menjemput permasurinya yang akan dibawa pulang lagi ke Pakuan Barat.
.
Waktu sampai di Parung Kujang dan setelah dilihatnya ternyata permaisurinya itu telah menjadi permaisuri Ratu Bagus Banarudin, jadi ia urungkan untuk pergi ke rumah Ratu Bagus Banarudin. ia lalu berdiam diri di saung huma, tidur tertelungkup, dengan perasaan heran yang bukan kepalang bahwa permaisurinya telah direbut oleh sahabat karibnya sendiri.
.
Tetapi ia tidak mau memarahinya, karena merasa kasihan kepada sahabat karibnya itu, bahkan ia membiarkan saja. Sedang demikian, ia dapat diketahui oleh pengikutnya Ratu Bagus Banarudin, lalu dilaporkannya kepada rajanya, dan oleh raja diperintahkan untuk ditangkap dan dibunuh. Dewa Kaladri terus meninggalkan tempat itu, melarikan diri menuju ke sebelah Tenggara. Waktu sampai di Tanjakan Ci-Batu ia bertemu dengan
seorang tukang penyadap aren yang bernama Ki Kondoy. Ia sedang meninggur tangan-tangan aren sambil membuang ijuk dan kelopak-kelopaknya. Dewa Kaladri menanya kepada Ki Kondoy : “Eh, sedang apa kau di sana?” Ki Kondoy menjawab : “Saya sedang meninggur, tangan-tangan aren ini mau disadap sambil membuang ijuk dan kelopaknya”. Dewa Kaladri berkata : Coba, hari ini aku harus segera kau tolong, karena aku sedang mendapat kesusahan, yaitu sedang dikejar-kejar oleh pengikutnya Ratu Bagus Banarudin dan mau dibunuh”. “Tapi aku tidak mau melawannya, karena kasihan”. “Sekarang juga aku harus segera kau sembunyikan, jangan sampai aku dibunuhnya”. Setelah itu maka terus saja oleh Ki Kondoy diberi pertolongan. Ia disimpannya ke dalam Lombang Labuhan Bulan, dan ditutupi ijuk dengan kelopak aren tadi sampai rapi sekali, sehingga tak kelihatan. Tidak lama kemudian, pengikut-pengikutnya Ratu Bagus Banarudin berdatangan mencari Dewa Kaladri. Waktu mereka bertemu dengan orang yang sedang menyadap, dan langsung menanyakan : “Hey yang sedang menyadapa, apakah kau tidak melihat orang lewat ke sini?” Jawab penyadap : “Aku tidak melihatnya, sebab sejak dari pagi aku ada di sini sedang menyadap, tetapi tidak ada orang lewat ke sini”. Setelah itu, mereka kembali lagi, tidak terus mencarinya. Setelah musuhnya kembali, maka Dewa Kaladri dikeluarkan lagi oleh Ki Kondoy dari Lombang Labuhan Bulan, dan selamatlah dari mara-bahaya.
.
Pada waktu itulah Dewa Kaldri mengeluarkan perkataan kepada Ki Kondoy, beginilah katanya : “Kondoy, aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu sampai aku selamat dari bahaya maut. Kini aku mendo’akanmu agar kau menjadi kaya raya dari hasil pekerjaan yang sehari-hari kau kerjakan, yaitu menyadap aren. Hanya aku titip, di kelak kemudian hari, anak cucumu janganlah coba-coba kawin dengan keturunan Ratu Bagus
Banarudin di Parung Kujang dan dengan keturunan daleum Sangkan di Cihandam. Inilah yang harus dijadikan tabu olehmu karena Ratu Bagus Banarudin sudah memperlihatkan kerendahan budinya padaku. “Begitu pula istri Daleum Sangkan telah menyakitkan hatiku, dan anak cucu keturunannya, telah aku sapa, perempuannya menjadi burut kemaluannya.” “Jika kamu berani melanggar larangan ini, kamu akan mendapat kecelakaan, tidak menemui kebahagiaan, akan tetapi jika kamu mentaatinya, niscaya
kamu mendapat kebahagiaan, tidak akan mengalami kekurangan apa-apa”. “Nah, begitulah nasihatku, camkan dan perhatikan baik-baik”. “Kini aku tak akan lama di sini, aku bermaksud menuju Parakan Dangong”. Ki Kondoy menerima nya segala nasihat dan pepatah dari Dewa Kaladri, dan selamanya dijalankan dengan baik, serta disampaikan pula pada anak-cucunya.
.
Atas kepatuhannya pada nasihat-nasihat tadi, maka keturunan Aki Kondoy tidak mengalami kekurangan sandang-pangan. Setelah Dewa Kaladri memberi nasihat, maka terus saja pergi dan menghilang tanpa ada yang mengetahui kemana arah tujuannya.
.
Syhdan, diceritakan oranglah, bahwa Dewa Kaladri muncul di Ci-Masuk. Di sini banyak terdapat rumah-rumah dan orang-orangnya hidup berkecukupan.
.
Pada suatu ketika ia melihat seorang perempuan yang sedang mengangkat nasi. Maka Dewa Kaladri pura-pura kelaparan ingin mencoba perempuan tadi, dan meminta nasinya, katanya “Saya minta makan”. Perempuan tadi tidak memberinya karena takut tidak akan cukup untuk makan keluarganya, dan jawabnya : “Tidak ada makanan, yang ada hanya wedang”. Menjawab demikian itu, tiada lain hanya untuk menghindar pertanyaan-pertanyaan lain. Dewa Kaladri berkata : “Biar saja bila tidak ada, aku pun tudak memaksa tetapi bila diberi wedang pun aku mau menerimanya”. Bersamaan dengan Dewa Kaldri berkata demikian itu, maka nasi yang ditanak tadi menjadi wedang. Perempuan itu berdiam diri saja, tidak bicara, tidak apa, kaget melihat nasi sudah menjadi wedang.
.
Dewa Kaladri berkata : “Nah kalau orang suka berdusta maka beginilah kejadiannya”. “Kini kau menyapamu, karena kau telah mendustai kau, maka keturunanmu di Ci-Masuk, tidak akan berkecukupan kehidupannya dari hasil Seri. (Seri = Padi, dikatakan demikian itu menurut Dewa dari mana asalnya padi itu. Perkataan ini bukanlah spesifik Bahasa Baduy petani-petani di pedalaman menyebutnya seri juga, bukan pare, beas dan lainnya) Tapi bisa juga mendapat kehidupan dari aren sebab yang aku terima hanya wedangnya saja”.
.
Setelah berkata begitu, tak lama kemudian Dewa Kaladri menghilang, tidak tahu kemana perginya. Sampai saat ini, penduduk di Ci-Masuk tidak ada yang berkecukupan dari menanam padi, hanya dari hasil pohon aren saja, sebab telah disapa oleh Dewa Kaladri. Begitu pula, setiap yang telah disapa oleh Dewa Kaladri sampai saat ini masih menjadi tabu, seperti di desa Ci-Handam dan di Tanjakan Ci-Batu. Mereka tidak melakukan perkawinan silang sebab pada waktu telah kena sapaannya dan wanita-wanitanya telah menjadi burut alat kelaminnya.
.
Semua ketabuan telah diwariskan turun-temurun sampai kepada anak cucunya hingga kini. Diceritakan, bahwa Dewa Kaladri suda ada lagi di Parakan Dangong sedang bertapa.
.
Tempat ini disebutnya Parakan Dangong karena sebagai peninggalan para dewata membuat bendungan dan Dewa Kaladri di tempat itu bertapanya duduk di atas batu dengan kepala menengadah. Ada lagi, sekarang yang diceritakan Butut Lanting, kepala kampung di Ci-Keusik, mengadakan perundingan dengan teman-temannya yaitu kepala kampung Cibeo dan cikertawana, sebab oleh Geurang Puun telah diperintahkan untuk mencari dewa yang menjelma sebagai anak buncit, yang dulu diturunkan oleh ayahnya ke dunia dari kahyangan disuruh bertapa. Kini Geurang Puun telah menerima berita, bahwa raja dewa itu telah muncul di Parakan dangong.
.
Maka Buyut Lanting bermusyawarah dengan para temannya. Setelah itu, maka mereka pergi menuju Parakan Dangong, dan masing-masing membwa teman lagi 5 orang, jadi 3 orang kepala kampung, membawa 15 orang, maka semuanya berjumlag 18 orang.
.
Sesampainya di parakan Dangong, ternyata Dewa Kaladri sudah ada sedang bertapa di atas batu dengan kepala menengadah. Lalu dihampirinya, dan mereka telah bertemu dengannya di sini.
.
Waktu Dewa Kaladri melihatnya, dia merasa kaget disangkanya pengikut-pengikut Ratu Bagus Banarudin. Terus Dewa pergi sambil mengambil sebuah batu besar, sebesar kepala manusia, akan dilemparkan kepada 18 orang tadi. Sambil ia berkata : “Hey, apakah kalian betul pengikut Ratu Bagus Banarudin, ataukah bukan”, “Kalau benar, mari berperang dengan aku, coba, kalian mendekat ke sini bila ingin tahu”.
.
Kepala kampung Buyut lanting dan teman-temannya duduk bersimpuh, kaget bercampur takut dan mereka yakin bahwa ini adalah benar raja dewa yang dicari. Maka mereka lalu berbicara, dan katanya : “Duh, Gusti, kami ini bukannya pengikut Ratu Bagus Banarudin, kami adalah dari Ci-Keusik, Ci-Beo dan Ci-Kertawana. Kami datang ke mari, justru diutus oleh seorang Geurang Puun mencari raja dewa, yang dulu sudah diturunkan oleh ayahnya ke dunia dan mungkin kini Gusti harus kembali ke kahyangan”.
.
Setelah mendengar tutur kata mereka yang demikian, maka amarah Dewa Kaldri menjadi reda. Selanjutnya ia berkata : “Oh, baiklah bila demikian adanya, kalian aku terima, bila kalian betula sebagai kepala kampung Ci-Keusik, Ci-Beo dan Ci-Kertawana, hanya aku sekarang tak dapat menjadi raja kalian di dunia ini, karena akan segera pulang ke kahyangan, hanya sampai hari ini, saya dapat bertemu muka”. “Hendaknya kamu sekalian
selalu hati-hati dan waspada dan dengarlah baik-baik jagalah segala yang tabu janganlah dilanggar, dan jagalah semua rakyat kecil, agar kebahagiaan terus turun-temurun sampai ke anak-cucu, hendaknya semua ini ditaati”.
.
“Janganlah berani coba-coba melanggar semua larangan yanh tabu, seperti mencuri, beralih kepercayaan, melanggar kesusilaan dan kesopanan, semua ini mengakibatkan suatu malapetaka. “Barangsiap berani melanggar larangan-larangan ini, tidak mentaati
nasihatku, pasti akan mengalami kecelakaan”. “Nah begitulah, kini aku akan pulang ke kahyangan, kamu sekalian pulanglah segera, dan katakan kepada Geurang Puun, bahwa kamu sekalian telah bertemu denganku”.
Setelah berkata demikian, maka menghilanglah Dewa Kaladri, hilang tiada bekas.
Dikutip dari : Buletin
Kebudayaan Jawa Barat “Kawit” Pen : Badoejsche Geesteskinderen
Door C.M Pleyte
Sumber: mistiksunda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar